LATAR
BELAKANG KEMUNCULAN SENI RUPA MODERN
Seni rupa modern di
Indonesia dirintis sejak abad ke 18 Masehi atau pada masa
Kolonialisme Belanda. Ada perubahan yang cukup mendasar pada fungsi
kesenian di zaman modern daripada masa sebelumnya. Pada masa traditional,
pencipta karya seni selalu dihubungkan dengan fungsi sakral, seperti pembuatan
patung nenek moyang, pendirian candi, masjid, dan lain – lain yang semuanya
ditunjukkan untuk mendorong semangat beribadah. Adapun di zaman modern, nilai -
nilai kreativitas dan estetika menjadi dasar penciptaan. Dorongan akan
kebebasan berekspresi dan pengaruh individualisme Barat pun muncul. Karya -
karya seni rupa banyak beralih fungsinya yang awal dikontribusikan untuk kepentingan
ibadah atau sakral, kepentingan tradisi atau untuk memenuhi fungsi sosial
lainnya, berubah menjadi seni yang berfungsi individual yaitu sebagai media
ekspresi murni estetis bagi para senimannya. Seni rupa modern adalah seni rupa yang tidak
terbatas pada kebudayaan suatu adat atau daerah, namun tetap berdasarkan sebuah
filosofi dan aliran-aliran seni rupa. Ciri-cirinya adalah Konsep penciptaannya
tetap berbasis pada sebuah filosofi , tetapi jangkauan penjabaran
visualisasinya tidak terbatas. Tidak terikat pada pakem-pakem tertentu.
Karya
seni rupa yang banyak dibicarakan di zaman modern adalah karya seni lukis.
Berbeda dengan seni lukis traditional, seni lukis modern bersifat
tarditional. Pengertiannya adalah bahwa seni lukis modern telah melepaskan diri
dari tata cara yang sudah ada dan lebih
bersifat membentuk kepercayaan dan kepribadian seseorang Perintis pertama seni lukis modern dilakukan oleh Raden Saleh Syarif Bustaman sepulang dari studinya di Eropa meskipun sebenarnya terjadi secara tidak disengaja. Hampir setengah abad kemudian muncullah bentuk seni lukis Indonesia yang dikenal dengan nama Indonesia Jelita atau Mooi Indie atau disebut juga Hindia Molek.
bersifat membentuk kepercayaan dan kepribadian seseorang Perintis pertama seni lukis modern dilakukan oleh Raden Saleh Syarif Bustaman sepulang dari studinya di Eropa meskipun sebenarnya terjadi secara tidak disengaja. Hampir setengah abad kemudian muncullah bentuk seni lukis Indonesia yang dikenal dengan nama Indonesia Jelita atau Mooi Indie atau disebut juga Hindia Molek.
Nama
Mooi Indie pada dasarnya untuk menamai tipe karya dan pengarahan tema seni
lukis Hindia Belanda pada tahun 1925 - 1938. Bisa dikatakan pelukis - pelukis
Mooi Indie adalah Abdullah Suryo Subroto ( 1878 - 1941 ) yang merupakan putra
Dr Wahidin Sudirohusodo, Wakidi, M. Pirngadi, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah,
Trijoto Abdullah, dan pelukis - pelukis keturunan Cina seperti Lee Man
Fong dan Oui Tiang Boen. Juga ada sebagian dari kalangan pelukis barat
seperti Lee Mayeur, Walter Spies, Rudolf Bonet, Van Mooyen, Max Fleischer, Duchatel,
Carel Dake, Isaac Israel, J.Frank, Hofker, dan Ernest Desentje.
Pada tahun 1938, muncul sebuah perkumpulan seniman lukis yang mendasari gerakannya dengan jiwa nasionalisme yang tinggi. perkumpulan seniman lukis tersebut disebut PERSAGI. Para anggota yang tergabung didalamnya saling mendidik satu sama lain tanpa bekal metode yang benar. Kelompok ini memang tidak mementingkan teknik, namun lebih mementingkan isi jiwa. Anggota PERSAGI antara lain adalah Agus Jaya ( Ketua ), S. Sujoyono ( juru bicara ), L. Sutiyoso, Rameli, Latief, Hebert Hutagalung, Abdul Salam, Otto Jaya, Emiria Sunasa dan Surono. Tujuan PERSAGI tersebut adalah mengembangkan seni lukis dikalangan masyarakat Indonesia dangan mencari corak Indonesia baru. Salah satu tokohnya, Sujoyono melarang para generasi muda untuk menjadi seniman penjiplak. Ia terkenal dengan ungkapannya bahwa seni adalah jiwa ketok.
Pada tahun 1938, muncul sebuah perkumpulan seniman lukis yang mendasari gerakannya dengan jiwa nasionalisme yang tinggi. perkumpulan seniman lukis tersebut disebut PERSAGI. Para anggota yang tergabung didalamnya saling mendidik satu sama lain tanpa bekal metode yang benar. Kelompok ini memang tidak mementingkan teknik, namun lebih mementingkan isi jiwa. Anggota PERSAGI antara lain adalah Agus Jaya ( Ketua ), S. Sujoyono ( juru bicara ), L. Sutiyoso, Rameli, Latief, Hebert Hutagalung, Abdul Salam, Otto Jaya, Emiria Sunasa dan Surono. Tujuan PERSAGI tersebut adalah mengembangkan seni lukis dikalangan masyarakat Indonesia dangan mencari corak Indonesia baru. Salah satu tokohnya, Sujoyono melarang para generasi muda untuk menjadi seniman penjiplak. Ia terkenal dengan ungkapannya bahwa seni adalah jiwa ketok.
Masa
setelah PERSAGI adalah masa pendudukan Jepang yang berlangsung antara tahun
1942 – 1945 Jepang mendirikan Poetra ( Poesat Tenaga Rakjat ) dimana kesenian
diberi kesempatan luas untuk tumbuh. Pada tahun 1943, Affandi mengadakan
pameran tunggalnya yang kemudian dilanjutkan dengan adanya pameran
gabungan karya - karya Affandi dan Basuki Abdullah serta pelukis - pelukis
lainnya. Setelah peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 dicatat sebagai masa
pendirian sanggar - sanggar. Pertumbuhan seni rupa berjalan terus hingga tahun
1950 dimana lahir lembaga - lembaga pendidikan kesenian formal seperti Akademi
Seni Rupa ( ASRI ) Yogyakarta dan Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang
kemudian menjadi bagian Seni Rupa ITB yaitu sebuah lembaga yang khusus mendidik
calon seniman dan guru gambar.
Sekitar
tahun 1975, muncullah karya - karya seni rupa baru yang tidak lagi dapat
disebut sebagai seni lukis dalam arti umum. Pada pameran tahun 1975 tersebut,
kehadiran seni rupa baru itu disambut dengan tanggapan kurang positif,
bahkan cemoohan oleh para seniman, masyarakat, juga kaum kritisi seni
rupa. akan tetapi, sebagai sesuatu yang baru sebenarnya hal tersebut merupakan
kewajaran. Pameran seni rupa baru tahun 1975 merupakan sikap pemberontakan
terhadap kemapanan seni dan seniman yang ada. Karya - karya seni rupa yang baru
itu cenderung bersigat eksperimental atau memberi pengalaman yang baru
dari apa yang telah ada. Konsep berkarya juga tidak hanya mencari sisi
lain yang berbeda, tetapi bermaksud pula memenuhi tuntutan zaman dan situasi
yang berkembang. Di dalam grup seni rupa baru ini tercatat nama - nama seperti
Harsono, Nanik Mirna, Siti Adiyati Subangun, Ris Purwono, S. Prinka, Bonyong
Munni Ardhi, dan Jim Supangkat. Munculnya gerakan seni rupa baru tersebut
memberi keleluasaan kepada seniman muda untuk berekspresi. Gerakan tersebut
memunculkan seniman muda yang potensial dibeberapa kota di Indonesia seperti
Agus Kamal dan Ivan Sagito .
What Is The Baccarat Game? - Free Baccarat Tips - FBCASINO
BalasHapusThe basic idea of Baccarat is the same as the real 바카라 사이트 casino game. It is a bet on 카지노 the banker 1xbet korean to win and not win. If the banker wins, then all bets on