Senin, 29 April 2013

Batik, Perbedaan batik pesisir dan batik keraton



1.      Pengertian batik
Batik berasal dari kata ba dan tik. Ba diambil dari kata bahan, yaitu kain mori dan tik diambil dari kata titik, yaitu motif yang digunakan. Jadi, batik berarti bahan (kain) yang dihiasi motif titik.
Batik merupakan karya seni rupa pada kain dengan pewarnaan rintang yang menggunakan lilin batik sebagai perintang warna (wax resist technique).
2.      Jenis batik
Berdasarkan motif dan komposisi pewarnaan, batik dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :
a.       Batik Keraton
Batik kraton adalah jenis batik yang dikembangkan dan digunakan di lingkungan keraton. Motif dan penggunaannya diatur dengan norma-norma kraton. Karena setiap corak menunjukkan status pemakainya, corak motif batik keraton disebut motif larangan. Hal ini disebabkan pada awalnya motif-motif tertentu dilarang dikenakan oleh masyarakat umum, kecuali oleh kerabat kraton. Dalam masyarakat kraton jawa, membatik dianggap sebagai kegiatan pengabdian kepada raja.
Berikut adalah ciri batik keraton :
-          Berkembang di daerah keraton, baik Yogyakarta atau Solo.
-          Dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Jawa
-          Memiliki motif dengan bentuk geometris
-          Motifnya bersifat simbolik
-          Komposisi warna yang digunakan terdiri dari sogan (cokelat kemerahan), indigo (biru), hitam dan putih.
b.      Batik Pesisir
Batik pesisir yaitu batik yang berkembang diluar keraton. Pertumbuhan pesisir jawa bagian timur dimulai sejak masa pra islam abad ke 15 M dan 16 M. Orientasi pengembangan seni batik pesisiran juga dipengaruhi oleh budaya keraton yang saat itu menjadi pusat pemerintahan.
Dalam sejarah batik pesisir, seperti batik pekalongan, batik tegal, batik indramayu, dan batik ceribon penyebarannya ke selatan, seperti kerawang, ciamis, tasikmalaya dan garut. Hampir secara keseluruhan, pola batiknya mengambil pola hias pada keraton ceribon.
Pilihan warna yang mencolok pada batik pesisiran tampaknya dipengaruhi warna keramik pada masa dinasti Ming yang hanya diproduksi pada abad ke – 17 M sampai abad ke-18. Warna yang dominan selain warna biru dan putih juga berbagai warna.
Berikut adalah ciri batik pesisir :
-          Berkembang di daerah selain Keraton (Cirebon, Pekalongan, Lasem, dll)
-          Dipengaruhi oleh kebudayaan Islam dan China
-          Memiliki motif dengan bentuk non geometris
-          Motifnya bersifat natural
-          Komposisi warna yang digunakan beragam.

sumber : Rasjoyo. 2008. Ayo Belajar Batik I. Solo : Tiga Serangkai 
Pusmanu. 2006. Buku Pintar Membatik. Pekalongan



LATAR BELAKANG KEMUNCULAN SENI RUPA MODERN

LATAR BELAKANG KEMUNCULAN SENI RUPA MODERN
Seni rupa modern di Indonesia dirintis sejak abad ke 18 Masehi atau pada masa Kolonialisme Belanda. Ada perubahan yang cukup mendasar pada fungsi kesenian di zaman modern daripada masa sebelumnya. Pada masa traditional, pencipta karya seni selalu dihubungkan dengan fungsi sakral, seperti pembuatan patung nenek moyang, pendirian candi, masjid, dan lain – lain yang semuanya ditunjukkan untuk mendorong semangat beribadah. Adapun di zaman modern, nilai - nilai kreativitas dan estetika menjadi dasar penciptaan. Dorongan akan kebebasan berekspresi dan pengaruh individualisme Barat pun muncul. Karya - karya seni rupa banyak beralih fungsinya yang awal dikontribusikan untuk kepentingan ibadah atau sakral, kepentingan tradisi atau untuk memenuhi fungsi sosial lainnya, berubah menjadi seni yang berfungsi individual yaitu sebagai media ekspresi murni estetis bagi para senimannya. Seni rupa modern adalah seni rupa yang tidak terbatas pada kebudayaan suatu adat atau daerah, namun tetap berdasarkan sebuah filosofi dan aliran-aliran seni rupa. Ciri-cirinya adalah Konsep penciptaannya tetap berbasis pada sebuah filosofi , tetapi jangkauan penjabaran visualisasinya tidak terbatas. Tidak terikat pada pakem-pakem tertentu.
Karya seni rupa yang banyak dibicarakan di zaman modern adalah karya seni lukis. Berbeda dengan seni lukis traditional, seni lukis modern bersifat tarditional. Pengertiannya adalah bahwa seni lukis modern telah melepaskan diri dari tata cara yang sudah ada dan lebih
bersifat membentuk kepercayaan dan kepribadian seseorang Perintis pertama seni lukis modern dilakukan oleh Raden Saleh Syarif Bustaman sepulang dari studinya di Eropa meskipun sebenarnya terjadi secara tidak disengaja. Hampir setengah abad kemudian muncullah bentuk seni lukis Indonesia yang dikenal dengan nama Indonesia Jelita atau Mooi Indie atau disebut juga Hindia Molek.
Nama Mooi Indie pada dasarnya untuk menamai tipe karya dan pengarahan tema seni lukis Hindia Belanda pada tahun 1925 - 1938. Bisa dikatakan pelukis - pelukis Mooi Indie adalah Abdullah Suryo Subroto ( 1878 - 1941 ) yang merupakan putra Dr Wahidin Sudirohusodo, Wakidi, M. Pirngadi, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah, Trijoto Abdullah, dan pelukis - pelukis  keturunan Cina seperti Lee Man Fong dan Oui Tiang Boen. Juga ada sebagian dari kalangan  pelukis barat seperti Lee Mayeur, Walter Spies, Rudolf Bonet, Van Mooyen, Max Fleischer, Duchatel, Carel Dake, Isaac Israel, J.Frank, Hofker, dan Ernest Desentje.
Pada tahun 1938, muncul sebuah perkumpulan seniman lukis yang mendasari gerakannya dengan jiwa nasionalisme yang tinggi. perkumpulan seniman lukis tersebut disebut PERSAGI. Para  anggota yang tergabung didalamnya saling mendidik satu sama lain tanpa bekal metode yang benar. Kelompok ini memang tidak mementingkan teknik, namun lebih mementingkan isi jiwa. Anggota PERSAGI antara lain adalah Agus Jaya ( Ketua ), S. Sujoyono ( juru bicara ), L. Sutiyoso, Rameli, Latief, Hebert Hutagalung, Abdul Salam, Otto Jaya, Emiria Sunasa dan Surono. Tujuan PERSAGI tersebut adalah mengembangkan seni lukis dikalangan masyarakat Indonesia dangan mencari corak Indonesia baru. Salah satu tokohnya, Sujoyono melarang para generasi muda untuk menjadi seniman penjiplak. Ia terkenal dengan ungkapannya bahwa seni adalah jiwa ketok.
Masa setelah PERSAGI adalah masa pendudukan Jepang yang berlangsung antara tahun 1942 – 1945 Jepang mendirikan Poetra ( Poesat Tenaga Rakjat ) dimana kesenian diberi kesempatan luas untuk tumbuh. Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggalnya yang kemudian  dilanjutkan dengan adanya pameran gabungan karya - karya Affandi dan Basuki Abdullah serta pelukis - pelukis lainnya. Setelah peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 dicatat sebagai masa pendirian sanggar - sanggar. Pertumbuhan seni rupa berjalan terus hingga tahun 1950 dimana lahir lembaga - lembaga pendidikan kesenian formal seperti Akademi Seni Rupa ( ASRI ) Yogyakarta dan Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang kemudian menjadi bagian Seni Rupa ITB yaitu sebuah lembaga yang khusus mendidik calon seniman dan guru gambar.
Sekitar tahun 1975, muncullah karya - karya seni rupa baru yang tidak lagi dapat disebut sebagai seni lukis dalam arti umum. Pada pameran tahun 1975 tersebut, kehadiran seni rupa baru itu disambut dengan tanggapan kurang positif, bahkan cemoohan oleh para seniman, masyarakat, juga kaum kritisi seni rupa. akan tetapi, sebagai sesuatu yang baru sebenarnya hal tersebut merupakan kewajaran. Pameran seni rupa baru tahun 1975 merupakan sikap pemberontakan terhadap kemapanan seni dan seniman yang ada. Karya - karya seni rupa yang baru itu cenderung bersigat eksperimental atau memberi  pengalaman yang baru dari apa yang telah ada. Konsep berkarya juga tidak hanya mencari sisi  lain yang berbeda, tetapi bermaksud pula memenuhi tuntutan zaman dan situasi yang berkembang. Di dalam grup seni rupa baru ini tercatat nama - nama seperti Harsono, Nanik Mirna, Siti Adiyati Subangun, Ris Purwono, S. Prinka, Bonyong Munni Ardhi, dan Jim Supangkat. Munculnya gerakan seni rupa baru tersebut memberi keleluasaan kepada seniman muda untuk berekspresi. Gerakan tersebut memunculkan seniman muda yang potensial dibeberapa kota di Indonesia seperti Agus Kamal dan Ivan Sagito .